-->

Definisi, Penerapan, Konsep dan Jenis-Jenis Knowledge Management

Konsep Data, Informasi dan Knowledge
Dewasa ini banyak sumber yang mengatakan bahwa sebuah informasi ataupun data sudah tidak menjadi topik pembicaraan, tetapi knowledge atau ilmu pengetahuan yang berasal dari informasi itu sendiri yang banyak menjadi perhatian terutama dalam hal knowledge management. Tapi hal itu tidak terlepas dari pemahaman menyeluruh mengenai apakah knowledge itu dan bagaimana hubungannya dengan data dan informasi. Data, informasi dan knowledge pada dasarnya merupakan konsep yang saling berhubungan. Menurut Bergeron (2003), yang dimaksud data, informasi dan knowledge dibedakan sebagai berikut:
  1. Data adalah angka-angka atau atribut-atribut yang bersifat kuantitas, yang berasal dari hasil observasi, eksperimen, atau kalkulasi.

  2. Informasi adalah data di dalam satu kontektual tertentu merupakan kumpulan data dan terkait dengan penjelasan, interpretasi dan berhubungan dengan materi lainnya mengenai objek, peristiwa-peristiwa atau proses tertentu.
  3. Knowledge adalah informasi yang telah di organisasi, disintesiskan, diringkaskan untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau pemahaman.
Lain halnya menurut Davidson and Voss (2002), untuk memahami perbedaan antara data, informasi dan knowledge, harus dapat digarisbawahi nilai hierarkinya. Informasi merupakan data yang disaring (distilled) dan dimaknai, demikian pula knowledge adalah informasi yang disaring dan dimaknai. Dengan cara yang sama, data diberi makna sehingga berubah menjadi informasi. Informasi ditambahkan tujuan untuk diubah menjadi knowledge, yang bisa dituliskan ke dalam bentuk persamaan, knowledge = informasi + tujuan.

Aspek lain yang dapat digunakan untuk membedakan antara data, informasi dengan knowledge yaitu dengan memahami tiga terminologi bahwa data berada di dalam dunia sementara knowledge berada di dalam diri agen (manusia), sedangkan informasi mengambil posisi sebagai perantara (mediating) antara data dengan manusia.

Association of State and Territoral Health Official (ASTHO) berpendapat bahwa data bukanlah knowledge. Data dapat diubah menjadi informasi. Informasi tersebut apabila di analisis dapat diubah ke dalam bentuk knowledge. Data menurut ASTHO bisa berupa angka-angka, grafik, peta, narasi atau audiovisual. Data bisa menjadi informasi apabila data tersebut diberi makna. Informasi tercipta ketika data dinilai melalui berbagai cara antara lain pengategorisasian, penyaringan atau penyusunan. Adapun knowledge menurut ASTHO yaitu informasi yang telah diberi konteks. Informasi menjadi knowledge ketika informasi telah dievaluasi, disusun, atau dikelola untuk diterapkan dalam mendukung keputusan atau memahami suatu konsep. Di dalam kontektual teknologi informasi, knowledge sangat berbeda dengan data dan informasi. Di mana data adalah kumpulan fakta-fakta, hasil pengukuran dan statistik sedangkan informasi adalah data yang terorganisasi dan merupakan hasil suatu proses yang tepat waktu dan akurat. Knowldege adalah informasi yang kontektual, relevan dan dapat menjadi sebuah tindakan.

Landasan Teoritis Knowledge
1. Definisi Knowledge
Pengertian knowledge masih diperdebatkan, tidak ada definisi tunggal tentang arti knowledge. Definisi knowledge dapat dipandang dari segi praktek hingga konseptual serta dari ruang lingkup yang sempit hingga ruang lingkup yang luas. Sebagai bahan acuan, berikut ini adalah beberapa definisi tentang knowledge:
  • Frappaolo dan Wayne (1997) Knowledge merupakan suatu informasi yang terletak dalam pikiran manusia dimana bermanfaat untuk pengambilan keputusan dalam kondisi yang berbeda sekalipun.
  • Thomas Davenport dan Laurence (1998) Knowledge bukan hanya pengetahuan tetapi knowledge merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontektual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi.
  • Liebowitz (1999) Knowledge adalah informasi yang telah disusun dan dianalisa agar mudah dimengerti dan berguna untuk pemecah masalah dan dapat digunakan untuk bahan pengambil keputusan. Knowledge juga dapat diartikan sebagai seluruh bagian penglihatan, pengalaman, dan prosedur yang dipertimbangkan keabsahan dan kebenarannya yang dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku, yang dapat meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta pembelajaran dan pengajaran.
  • Probst (2000) Knowledge didefinisikan sebagai keseluruhan keahlian dan konsep yang digunakan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Knowledge berlandaskan dari data dan informasi, tetapi tidak seperti data dan informasi. Knowledge selalu dibatasi pada setiap individu dan 
    • Mayor Czi Budiman S. Pratomo Knowledge adalah sebagai modal yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam menetukan kemajuan suatu organisasi. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, knowledge akan mengalami keusangan, oleh sebab itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses belajar.
    2. Jenis-Jenis Knowledge
    Secara garis besar, knowledge dibagi menjadi dua jenis yaitu Tacit Knowledge (pengetahuan implicit) dan Explicit Knowledge (pengetahuan eksplisit), yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
    a. Tacit Knowledge merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan sangat sulit untuk diformalisasikan, sulit dikomunikasikan atau dibagi dengan orang lain. Pemahaman yang melekat di dalam pengetahuan individu tersebut masih bersifat subjektif. pengetahuan yang dimiliki oleh individu tersebut masih dapat dikategorikan sebagai intuisi dan dugaan. Tacit knowledge ini berada dan berakar di dalam tindakan maupun pengalaman seseorang, termasuk idealisme, nilai-nilai maupun emosionalnya. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang sangat bersifat pribadi dan juga sangat susah dibentuk. Selain itu, tacit knowledge sulit dikomunikasikan atau dibagi kepada orang lain. Tacit knowledge memiliki dua dimensi yang bertumpu memobilisasi penciptaan pengetahuan-pengetahuan baru dengan penjelasan sebagai berikut:
    • Dimensi pertama disebut dengan dimensi teknis, yang mencakup berbagai macam keterampilan atau keahlian yang sulit diformalkan. Elemen dimensi teknis ini sering kali diistilahkan dengan terminology “know-how, keahlian dan ketrampilan” misalnya juru masak yang mampu mengembangkan kemampuannya sehingga tangannya terampil meramu berbagai resep makanan yang lezat, setelah lama menekuni profesinya. Ketika juru masak tersebut diminta untuk menjelaskan keahliannya kepada orang lain, sering kali mereka kesulitan mengartikulasikan prinsipprinsip teknis maupun ilmunya di balik apa yang mereka ketahui. Dimensi ini sangat subjektif dan pemahaman yang dimiliki oleh seseorang tersebut sangat bersifat pribadi, intuitif, dugaan dan inspirasi yang muncul dari pengalaman. Oleh karena itu, dimensi ini lebih berdimensi pengalaman.
    • Dimensi kedua disebut dengan dimensi kognitif, yang mencakup kepercayaan, persepsi, idealisme, nilai-nilai, emosi, dan mental model sehingga dimensi ini tidak mudah diartikulasikan. Dimensi dari tacit ini membentuk cara kita menerima dunia di sekeliling kita. Dimensi ini menunjukan kepada kesan atau gambaran seseorang terhadap realitas dan visi ke depan untuk mengatakan apakah ini dan apa yang harus dilakukan.
    b. Explicit Knowledge merupakan pengetahuan yang dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata, dapat dijumlah serta dapat dibagi dalam bentuk data, formula ilmu pengetahuan, manual-manual, prinsip-prinsip universal. Explicit knowledge juga dapat dijelaskan sebagai suatu proses, metode, cara, pola bisnis, dan pengalaman desain dari suatu produksi. Pengetahuan ini senantiasa siap untuk ditransfer kepada orang lain secara formal dan sistematis.

    Sedangkan perbedaan antara tacit knowledge dengan explicit knowledge itu sendiri menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), dapat dipahami dalam beberapa hal antara lain: knowledge yang bersifat subjektif (tacit) cenderung bersifat implicit, fisikal dan subjektif, sementara knowledge yang bersifat objektif (explicit) cenderung eksplisit, metafisikal dan objektif. Tacit Knowledge diciptakan “di sini (here) dan sekarang (now)” di dalam suatu konteks yang lebih spesifik, praktis. Bateson (1973) menyebutnya sebagai kualitas “analog”. Berbagi tacit knowledge antara individu melalui komunikasi merupakan suatu bentuk proses analog yang memerlukan sejenis proses yang simultan dari kompleksitas isu-isu yang dibagi oleh individu. Dengan kata lain, explicit knowledge adalah mengenai peristiwa atau objek “di sana (there) dan kemudian (then)” dan lebih berorientasi kepada teori yang bebas dari konteks. Inilah yang oleh Bateson disebutnya dengan istilah aktivitas “digital”.

    3. Model Konversi
    Knowledge Pemahaman antara tacit knowledge dengan explicit knowledge merupakan kunci untuk memahami perbedaan antara pendekatan knowledge di negara-negara Barat dengan pendekatan knowledge di Jepang. Di negara-negara Barat, lebih menekankan pada explicit knowledge, sedangkan di Jepang lebih menekankan pada tacit knowledge (implisit knowledge) ke arah pada knowledge creation (penciptaan knowledge). Nonaka dan Takeuchi mengemukakan bahwa alasan fundamental mengapa perusahaan lebih sukses, karena ketrampilan dan pengalaman mereka terdapat pada penciptaan knowledge organisasi. Penciptaan knowledge dicapai melalui pengenalan hubungan sinergik antara tacit knowledge dan explicit knowledge.

    Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi pada tahun 1995 membagi model konversi knowledge menjadi empat postulat model konversi knowledge:
    1. Konversi Tacit knowledge ke Tacit knowledge; disebut proses Socialization.
    2. Konversi Tacit knowledge ke Explicit k
    knowledge menggambarkan suatu hubungan sebab akibat.
  • Kluge (2001) Knowledge adalah pengertian akan hubungan sebab akibat, dan juga merupakan dasar dalam membuat kegiatan yang lebih efektif, membangun proses bisnis atau memperkirakan output dari model.
  • nowledge; disebut proses Externalization.
  1. Konversi Explicit knowledge ke Explicit knowledge; disebut proses Combination.
  2. Konversi Explicit knowledge ke Tacit knowledge; disebut proses Internalization.
Bila masing-masing keempat model konversi knowledge dapat menciptakan knowledge baru secara independen, tema sentral model penciptaan knowledge (knowledge creation) dalam organisasi sangat tergantung pada dinamika interaksi di antara keempat model konversi knowledge tersebut.

4. Penciptaan
Knowledge dalam Organisasi Pada tingkatan yang paling dasar, knowledge sebenarnya diciptakan oleh individu yang ada di dalam organisasi. Organisasi pada dasarnya tidak dapat menciptakan knowledge tanpa individu-individu yang ada di dalam organisasi. Fungsi organisasi adalah memberi dukungan kepada kreativitas individu yang ada di dalam organisasi atau menyediakan suatu konteks bagi individu untuk menciptakan knowledge. Penciptaan knowledge dalam organisasi harus dipahami dalam terminologi suatu proses yang secara organisasional memperbesar kemungkinan penciptaan knowledge individu dan mengkristalisasikan knowledge tersebut sebagai bagian dari jaringan knowledge organisasi. Berbagai pendekatan yang memungkinkan knowledge individual dapat diperbesar atau diperluas, dan dinilai di dalam organisasi dapat dilakukan dalam beberapa langkah proses (Nonaka, 2000):
1. Memperluas dan mengembangkan knowledge pribadi Penggerak utama proses penciptaan knowledge di dalam organisasi adalah individu yang berada di dalam organisasi. Individu-individu tersebut mengakumulasi tacit knowledge melalui pengalaman yang mereka miliki.

Kualitas tacit knowledge dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu: faktor keragaman pengalaman individu dan faktor kualitas knowledge terhadap pengalaman yang merupakan penjelmaan knowledge ke dalam komitmen pribadi yang telah lama melekat di dalam pengalaman itu sendiri. Dengan demikian konsep high-quality experience dan knowledge of experience dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tacit knowledge. Selain itu untuk meningkatkan kualitas knowledge individu, dapat dilakukan dengan cara tacit knowledge yang dimiliki individu yang diarahkan kepada upaya untuk saling memengaruhi dengan aspek yang relevan dengan explicit knowledge. Schon (1983) menganjurkan pentingnya refleksi di dalam tindakan. Knowledge individu dilekatkan melalui interaksi antara pengalaman dengan rasionalitas yang unik dari individu. Perspektif akan menjadi sumber interpretasi yang beragam dalam berbagi pengalaman dengan individu lain dalam meyusun konsep-konsep baru.

2. Berbagi tacit knowledge Proses penciptaan knowledge organisasi berawal dari perluasan knowledge individu, dimana interaksi antara knowledge experience dengan knowledge rasionalitas memungkinkan individu membangun perspektifnya. Namun demikian, perspektif ini tetap bersifat personal kecuali diartikulasikan dan diperluas melalui interaksi sosial. Salah satunya adalah dengan menciptakan self-organizing team, di mana anggota organisasi berkolaborasi untuk menciptakan konsep baru. Self-organizing team dapat memicu penciptaan knowledge organisasi melalui dua proses, yaitu:
  1. Pertama, organisasi memfasilitasi tumbuhnya saling percaya di antara anggota organisasi dan mempercepat terciptanya perspektif yang secara eksplisit berasal dari anggota organisasi itu sendiri yang dikenal sebagai tacit knowledge
  2.  Kedua, berbagi perspektif implicit yang di konseptualisasikan melalui dialog yang kontinu di antara anggota organisasi.
Dialog kreatif ini akan terealisasi hanya ketika tersedia informasi yang berlebihan di dalam tim. Kedua proses ini harus terjadi secara simultan dalam proses yang lebih actual di dalam sebuah tim. Berbagi pengalaman juga mampu memfasilitasi penciptaan perspektif umum yang dapat dibagi oleh anggota tim sebagai bagian dari tacit knowledge masing-masing. Model yang dominan dalam pengubahan knowledge adalah sosialisasi. Berbagai bentuk tacit knowledge yang dibawa ke dalam arena anggota organisasi diubah melalui coexperience di antara anggota untuk membentuk dasar pemahaman bersama.

3. Pengonseptualisasian Setelah tercipta saling percaya di antara anggota organisasi dan telah terbentuk secara implisit perspektif yang sama melalui berbagai pengalaman, tim selanjutnya memerlukan pengartikulasian perspektif melalui dialog yang kontinu. Mode yang dominan dalam pengubahan knowledge dalam tahap ini adalah eksternalisasi. Teori organizational learning telah banyak memberikan perhatian terhadap proses ini. Perspektif tacit diubah ke dalam bentuk konsep eksplisit yang dapat dibagi kepada tim. Dialog secara langsung memfasilitasi proses ini dengan menggiatkan eksternalisasi pada level individual. Dialog dalam bentuk tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep karena hal ini memberikan peluang bagi seseorang untuk menguji asumsi maupun hipotesisnya. Interaksi sosial ini merupakan wahana yang sangat kuat di dalam memperbaiki ide-ide seseorang. Untuk itu, dialektika merupakan sarana kontradiksi-kontradiksi dan paradoks-paradoks, dialektika dapat mendorong berpikir kreatif di dalam organisasi. Agar dialog tersebut produktif, dialog harus:
  • Dilakukan oleh berbagai macam orang dan bersifat temporer sehingga ada ruang perbaikan dan negosiasi
  • Para peserta di dalam dialog harus dapat mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan jujur Upaya konseptualisasi tidak hanya diciptakan melalui metode deduktif dan induktif, tetapi juga abduktif.
Abduktif memiliki peranan penting di dalam proses konseptualisasi. Deduksi dan induksi secara vertical berorientasi kepada proses memberi alasan, sementara abduksi merupakan perluasan secara lateral dari alasan di mana berpusat kepada penggunaan metaforametafora. Biasanya proses induktif dan deduktif digunakan jika sebuah pemikiran direvisi atau untuk memberi makna terhadap sebuah konsep baru.

4. Pengkristalisasian Kristalisasi dapat dipandang sebagai proses di mana berbagai macam bagian atau departemen di dalam organisasi menguji realitas dan penerapan konsep yang diciptakan oleh tim. Proses ini difasilitasi biasanya oleh apa yang disebut dengan kegiatan percobaan. Kegiatan ini merupakan proses sosial di mana terjadi pada level kolektif yang biasanya disebut dengan dinamika hubungan kerja sama (Haken, 1978) atau sinergis antara berbagai fungsi dan department dalam organisasi. Hubungan ini cenderung dapat dilakukan dengan efektif apabila tersedia informasi yang cukup. Jika tidak ada informasi yang cukup tersedia, biasanya inisiatif dilakukan oleh para ahli yang dianggap memiliki informasi dan pengetahuan yang lebih. Penciptaan knowledge berlangsung dalam interaksi para anggota tim untuk selanjutnya dikristalisasi ke dalam bentuk yang lebih konkrit misalnya berupa produk, konsep atau sistem. Kristalisasi ini merupakan bentuk pengubahan pengetahuan yang kegiatannya diistilahkan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) sebagai model konversi internalisasi. Proses kristalisasi merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkatan kolektif yang terealisasi melalui apa yang di sebut Haken (1978) sebagai “dynamic cooperative relation or synergetics” di antara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi. Dinamika hubungan dan proses sinergi seperti yang disinggung oleh Haken di atas biasanya akan mudah berlangsung ketika informasi yang relevan dalam proses pengubahan knowledge telah tersedia.

5. Penilaian knowledge Penilaian merupakan tahap menyatukan dan menyaring apakah knowledge yang diciptakan di dalam organisasi benar-benar bermanfaat bagi organisasi dan masyarakat. Artinya, penilaian sangat menentukan kualitas knowledge yang diciptakan dan mencakup criteria atau standar penilaian. Persoalan yang terkait dengan standar penilaian ini antara lain terkait dengan biaya, keuntungan minimalnya, tingkat di mana produk dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan perusahaan, termasuk nilai yang dijanjikan yang di luar fakta atau pertimbangan-pertimbangan pragmatis. Hal ini bisa berupa opini yang lebih luas dan lebih dari sekadar penciptaan knowledge, misalnya visi organisasi dan persepsi yang terkait dengan perjalanan, romantisme, dan estetikanya. Dorongan untuk memulai menyatukan knowledge bisa bermacam-macam dan sangat kualitatif daripada hanya sekadar pertimbangan sederhana dan kuantitatif seperti standar efisiensi, biaya dan Return On Investment (ROI). Di dalam organisasi biasanya yang paling menentukan adalah standar penilaian. Standar penilaian harus dilakukan dalam terminologi konsistensi dengan system nilai yang paling tinggi. Kemampuan pimpinan memelihara keberlanjutan refleksi diri dalam perspektif yang lebih luas sangat diperlukan apabila tetap menginginkan kualitas penciptaan knowledge terjadi.

6. Menjejaringkan knowledge Selama tahap penciptaan knowledge organisasi, konsep yang telah diciptakan, dikristalisasikan, selanjutnya dinilai di dalam organisasi dan diintegrasikan ke dalam basis knowledge organisasi untuk disebarkan ke seluruh jaringan organisasi. Knowledge organisasi yang telah tercipta tersebut selanjutnya dikelola kembali melalui proses interaksi antara visi organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan konsep baru yang telah diciptakan. Untuk menjembatani antara konsep besar dengan konsep yang baru tercipta diperlukan satu konsep menengah (middle range concept). Konsep menengah ini menghilangkan ketidakjelasan konsep besar ke tingkat konsep baru maupun sebaliknya. Kadang-kadang konsep besar tidak dimengerti dengan baik pada setiap tingkatan kecuali konsep menengah memperjelas konsep yang sudah tercipta tersebut. Upaya memperjelas tersebut dilakukan melalui penciptaan atau penyusunan kembali konsep besar yang diberikan oleh pimpinan puncak serta konsep menengah yang diciptakan oleh pimpinan menengah. Interaksi ini dimediasi secara nyata dalam bentuk penyatuan informasi, yang merupakan dinamika lain aktivitas self organizing team untuk menjejaringkan knowledge yang terus-menerus menciptakan informasi dan makna baru.

Proses penciptaan knowledge tidak pernah berakhir, dan merupakan proses yang berputar, baik yang terjadi di dalam organisasi maupun dengan lingkungannya karena lingkungan merupakan sumber pemicu penciptaan knowledge dalam organisasi. Proses penciptaan knowledge dalam organisasi berlangsung bagaikan sebuah siklus yang dimulai dari memperbesar pengetahuan individu, berbagi tacit knowledge dan konseptual; membangun tim mengelola dirinya sendiri, berbagi pengalaman, menyusunnya ke dalam bentuk konsep, mengkristalisasikan, menilai kualitasnya, menjejaringkan ke seluruh organisasi baik internal maupun ke seluruh lingkungan organisasi.

Knowledge Management
1. Definisi Knowledge Management
Knowledge management adalah sebuah teori management yang diperkenalkan pada tahun 1990-an, dimana definisi yang diberikan oleh beberapa ahli memiliki makna yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang dari masingmasing ahli tersebut. Berikut adalah definisi knowledge management menurut para ahli:
  1. Karl-Erick Sveiby (1998) menyatakan bahwa knowledge management adalah seni penciptaan nilai dari intangible assets (aset knowledge).
  2. Santosu dan Surmach (2001) menyatakan bahwa knowledge management merupakan proses dimana perusahaan melahirkan nilai-nilai dari aset intelektual dan aset yang berbasikan knowledge.
  3. Horwitch dan Armacost (2002) mendefinisikan knowledge management sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung bisnis
  4. McInerney (2002) mendefinisikan knowledge management sebagai usaha untuk meningkatkan pengetahuan yang berguna dalam organisasi, diantaranya membiasakan budaya berkomunikasi antar personil, memberikan kesempatan untuk belajar, dan menggalakan saling berbagi knowledge
  5. Davidson dan Voss (2002) mendefinisikan knowledge management sebagai sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan kinerja perusahaan. Davidson dan Voss juga menyatakan bahwa knowledge management merupakan suatu proses yang menyediakan cara sehingga perusahaan dapat mengenali di mana aset intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset intelektual yang relevan untuk dikembangkan.
  6. Bergerson (2003) menyatakan bahwa knowledge management merupakan suatu pendekatan sistematik untuk mengelola aset intelektual dan informasi lain sehingga memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan
  7. Peter Gottschalk (2005) mendefinisikan knowledge management sebagai metode untuk mensimplifikasi dan meningkatkan proses membagi, mendistribusi, menciptakan, menangkap dan memahami knowledge di dalam perusahaan. Berbagai definisi yang dikemukan oleh para ahli terlihat memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Oleh karena itu Tannebaum(1998) menawarkan definisi berikut ini yang dapat dijadikan sebagai suatu konsensus dalam mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap definisi knowledge management.
  • Knowledge management mencakup pengumpulan, penyusunan, penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun knowledge. Pemanfaatan dengan tepat teknologi informasi seperti komputer yang dapat mendukung knowledge management, namun teknologi informasi tersebut bukanlah knowledge management.
  • Knowledge management mencakup berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya knowledge management akan gagal. Kultur perusahaan, dinamika dan praktik dapat memengaruhi knowledge. Kultur dan aspek sosial dari knowledge management merupakan tantangan yang signifikan.
  • Knowledge management terkait dengan knowledge individu. Organisasi membutuhkan individu yang kompeten untuk memahami dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan individu untuk melakukan inovasi dan memberi petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan knowledge management. Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan bagaimana menarik, mengembangkan, dan mempertahankan knowledge anggota sebagai bagian dari domain knowledge management.
  • Knowledge management terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektivitas knowledge management harus dapat membantu memahami secara luas pengelolaan knowledge yang telah dilakukan.
2. Penerapan Knowledge
Management dalam Organisasi Organisasi pada dasarnya terdiri dari orang-orang yang memiliki latar belakang sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik yang berbeda. Ketika sebuah organisasi ingin menerapkan knowledge management, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan agar penerapan yang dilakukan berlangsung dengan sukses:
  1. Aspek konseptual Maksudnya adalah agar organisasi mampu mengembangkan suatu konstruksi yang terintegrasi, yang dapat digunakan untuk mendiskusikan knowledge di dalam organisasi.
  2. Aspek perubahan Aspek ini penting mendapatkan perhatian karena perubahan terkait erat dengan stabilitas karena kerangka kerjanya terkait dengan institusi dan perkembangannya. Sebelum knowledge baru mengubah struktur knowledge dan sistem aktivitas di dalam organisasi, knowledge terlebih dahulu harus dapat diakses, dipahami, dan dapat diterima. Harus disadari bahwa perubahan sering kali menciptakan perlawanan. Di dalam berbagai kasus perubahan, perlawanan memang selalu ada, apakah berasal dari dalam knowledge management itu sendiri, apakah berasal dari persoalan kemampuan mengakses, penerimaan, pemahaman, atau berasal dari masalah manajemen. 3. Aspek pengukuran Pengukuran menjadi aspek yang penting karena merupakan mekanisme pengintegrasi di dalam organisasi. Masing-masing sistem pengukuran secara implisit menentukan sudut pandang. Pengukuran juga memungkinkan melihat apakah penerapan knowledge management telah bergerak ke arah sasaran organisasi yang ingin dituju atau tidak.
  3. Aspek struktur organisasi Struktur organisasi menjadi hal yang penting diperhatikan di mana didalamnya terdapat pembagian peran dan tanggung jawab yang diperlukan agar efektivitas knowledge management dapat terlaksana. Peran-peran tersebut di antaranya pemilik knowledge, penyebar knowledge, pencari knowledge, dan koordinator komunitas
  4. Aspek isi knowledge Jika knowledge dipandang sebagai produk, knowledge dapat diklasifikasikan dan dikategorisasi dalam berbagai cara. Untuk mengelola produk dari proses knowledge, diperlukan knowledge yang cocok dan saling mendukung. Isi knowledge juga terkait dengan ketrampilan karyawan. Untuk mengelola isi knowledge dapat dikembangkan direktori keahlian, sistem pengelolaan keterampilan, peta knowledge, atau model-model knowledge. Oleh karena itu, isu-isu seperti versi pengawasan dan ketersedian dokumen, kualitas dan siklus hidup dokumen memerlukan kesadaran yang diwujudkan dalam berbagai bentuk usaha.
  5. Aspek alat Aspek ini terkait erat dengan ketersediaan sarana untuk memperoleh knowledge. Oleh karena itu, bagaimana metodologi mengelola knowledge, representasi knowledge yang akan dikelolah serta infrastruktur yang dibutuhkan untuk menunjang pengelolaan knowledge secara efektif menjadi sesuatu yang turut menentukan strategi knowledge management. Berbagai macam infrastruktur yang sering kali dipergunakan dalam mendukung proses knowledge organisasi serta knowledge management antara lain teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi yang dapat diadopsi merupakan bentuk kolaborasi berbagai alat antara lain, sistem pengelolaan knowledge, sistem pendukung memori organisasi, sistem pendukung inovasi, alat untuk menemukan informasi, dan alat untuk menemukan data. Selain aspek-aspek diatas, diperlukan juga langkah-langkah perubahan sistematis berupa formulasi strategi (strategic formulation), agar perubahan yang dilakukan berlangsung dengan sukses. Fungsi formulasi strategi dalam konteks ini lebih menitikberatkan pada upaya memberikan bahasa dan pemahaman serta sudut pandang yang sama. Dengan bahasa, pemahaman dan sudut pandang yang sama memungkinkan pelaku-pelaku perubahan dalam organisasi melihat aktivitas penerapan knowledge management sebagai satu kesatuan yang bersifat menyeluruh.
Berikut ini adalah langkah-langkah stratejik yang ditawarkan oleh Tiwana (2000) dalam menerapkan knowledge management dalam organisasi:
1. Analisis Infrastruktur yang Ada Langkah ini dimaksudkan untuk mengaudit infrastruktur teknologi yang ada di dalam organisasi. Tujuannya adalah untuk menentukan teknologi apa yang saat ini telah dimiliki dan teknologi apa yang seharusnya ditambahkan untuk meningkatkan dukungan penerapan knowledge management di dalam organisasi. Dengan menganalisa dan menilai infrastruktur yang telah ada, manajemen dapat mengenali kekurangan infrastruktur yang dimiliki organisasi saat itu. Konsekuensi kondisi tersebut adalah manajemen harus mengembangkan apa yang sudah ada.
2. Mengaitkan Knowledge Management dengan Strategi Bisnis Bila penciptaan knowledge ingin sukses diarahkan, perlu disusun langkahlangkah yang mengaitkan antara strategi bisnis yang dibangun oleh organisasi dengan strategi knowledge management. Efektifitas strategi knowledge management tidak sesederhana dengan hanya menyediakan teknologi informasi saja, tetapi mesti ada satu keseimbangan antara teknologi, dan fokus bisnis dengan strategi bisnis perusahaan.
3. Mendesain Infrastruktur Knowledge Management Pada tahap ini, pihak manajemen sudah harus menentukan sejak awal jenis teknologi dan alat-alat apa saja yang dibutuhkan untuk sistem knowledge management yang akan diterapkan. Agar lebih relevan dengan kebutuhan sistem knowledge management, pertanyaan berikut dapat dijadikan sebagai pedoman dalam membangun kebutuhan infrastruktur knowledge management. Pertanyaan tersebut antara lain:
  • Teknologi apa yang harus dimiliki?
  • Apakah karyawan Anda dalam berbagi knowledge menggunakan basis website?
  • Apakah sistem knowledge management memerlukan saran dan teknologi yang lebih luas untuk membantu karyawan menemukan, menjumlahkan, memaknai, dan menganalisa data yang sangat banyak?
  • Seberapa rinci tingkatan sistem knowledge management untuk menangkap knowledge?
  • Seberapa padunya sistem pencarian, penyusunan, dan penemuan kembali yang akan Anda masukkan sebagai komponen dari sistem knowledge management Anda?
  •  Apa perlengkapan pengetahuan yang Anda akan gunakan untuk mengenali objek-objek knowledge? 
4. Mengaudit Aset dan Sistem Knowledge yang Ada Tujuan audit knowledge adalah untuk menilai apa saja knowledge yang sudah ada di dalam perusahaan saat itu, dan menentukan fokus aktivitas knowledge management. Untuk mencapai tujuan audit, dianjurkan untuk membentuk tim audit yang terdiri dari seorang ahli strategi, senior manajer, karyawan bidang keuangan, bagian sumber daya manusia, orang pemasaran, ahli informasi teknologi, manajer knowledge atau Chief Knowledge Officers. Selain itu, tim audit harus juga mengidentifikasikan paling tidak lima sumber daya kunci knowledge yang seharusnya mereka miliki. Tim harus kemudian menanyakan hal-hal berikut:
  • Bagaimanakah persediaan knowledge? Apakah meningkat atau menurun?
  • Bagaimanakah kita dapat memastikan bahwa persediaan knowledge terus-menerus meningkat? 
  • Apakah kita sudah menggunakan dengan baik sumber daya knowledge tersebut?
  • Bagaimana daya tahan aset knowledge yang kita miliki?
  • Dapatkah persaingan dengan mudah menyuburkan dan mengembangkan knowledge ini tanpa ditiru?
  • Adakah aspek lain dari knowledge yang tengah dipersaingkan namun kita belum miliki? 
  • Dapatkah knowledge ini meninggalkan organisasi?
  • Pada tingkatan apa knowledge yang kita jamin saat ini memiliki keterkaitan dengan produk, jasa atau proses?
5. Mendesain Tim Knowledge Management Tim knowledge management didesain dengan komposisi sebagai berikut:
  • Local expert and interdepartemental gurus, yaitu pengadopsi awal teknologi, yang bekerja di berbagai macam bidang fungsional di organisasi. Mereka mempunyai pengetahuan dalam bidang tertentu seperti pemasaran, keuangan, ditambah dengan pengetahuan teknologi
  • Internal information technology expert, yaitu ahli teknologi informasi yang berasal dari dalam organisasi yang diharapkan banyak mengetahui kondisi internal organisasi 
  • Nonlocal expert and extradepartemental gurus, yaitu orang yang memiliki keahlian lintas organisasi dan lintas fungsional. Mereka dapat berhubungan dengan orang-orang yang berbeda bidang atau fungsi, dan berperan sebagai penerjemah antara karyawan dengan latar belakang, keterampilan, dan spesialisasi yang berbeda.
  • Consultant, yaitu orang yang berasal dari luar organisasi dengan keahlian tertentu
  • Senior manager, yaitu orang yang harus secara aktif berpartisipasi karena dukungan diperlukan untuk mendapatkan legitimasi dan memenangkan upaya knowledge management. Mereka inilah yang membawa perspektif stratejik ke dalam usaha penerapan knowledge management.
6. Menciptakan Blueprint Knowledge Management Pada tahap kelima, tim knowledge management mendesain sistem manajemen baru. Desain sistem harus berisi spesifikasi sebagai berikut:
  • a.nyediakan akses kepada pengguna terhadap database knowledge dan dukungan arus knowledge ke sel Knowledge repositories, yaitu database di mana knowledge disimpan.
  • Collaborative platform, yaitu meuruh organisasi. Collaborative platform memungkinkan kepada pengguna mencari isi atau berlangganan dengan isi dari database.
  • Network, yaitu dukungan jaringan komunikasi dan percakapan. Termasuk di sini adalah jaringan kerasnya seperti kontrak jaringan, intranet, ekstranet, dan jaringan lunak seperti ruang bersama, kolaborasi jaringan industri, jaringan perdagangan, forum industri, pertukaran, baik langsung maupun melalui telekonferensi.
  • Culture, yaitu mengacu kepada metode untuk mendorong karyawan menggunakan sistem knowledge management dan berbagi knowledge.
7. Pengembangan Sistem Knowledge Management Pada tahap ini tim harus bekerja sekaligus menggabungkan sistem knowledge management yang sudah bangun pada tahap enam sebelumnya. Konstruksi sistem mencakup tujuh lapis, yaitu sebagai berikut:
  • a. Interface layer Ini merupakan penghubung lapisan tertinggi antara orang dengan sistem knowledge management yang berfungsi menciptakan, menggunakan, menemukan kembali, dan berbagi pengetahuan. Di beberapa organisasi interface layer ini berupa home page yang dapat diakses pengguna lewat intranet organisasi.
  • Access and authentication layer Ini merupakan lapisan yang membuktikan keaslian pengguna yang mengakses database ini, menyediakan keamanan untuk mencegah pengakses yang tidak sah, dan menyediakan cadangan apabila ada pihak yang akan merusak database tersebut.
  • Collaborative filtering and intelligence layer Lapisan ini berisi sarana untuk meminta data sesuai permintaan, mencari, mengindeks, dan sebagainya.
  • Application layer Lapisan ini berisi tempat penyimpanan keterampilan, sarana berkolaborasi, piranti keras dan lunak konferensi yang menggunakan video, whiteboard digital, electronic forum, dan sebagainya
  • Transport layer Lapisan ini memuat teknologi seperti web server, e-mail server, pendukung untuk alur video dan audio, dan sebagainya.
  • Middleware and legacy integration layer Legacy system merupakan mainframe atau sistem komputer yang sudah usang. Middleware dalam hal ini berfungsi menghubungkan format data lama dengan yang baru.
  • Repositories Lapisan ini berisi database operasional, database hasil-hasil diskusi, arsip forum yang menggunakan web, data yang sudah lama, arsip dokumen, dan database lainnya yang menggambarkan pondasi sistem knowledge management.
8. Prototipe dan Uji Coba Langkah ini merupakan upaya untuk menguji prototipe yang telah dibuat sebelumnya, dan memperbaiki sistem tersebut bila tidak berjalan sesuai rencana. Prototipe yang dibuat mungkin saja di bawah standar sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, tim dapat menggunakan stratejik “result-driven incrementalism” (RDI) atau perbaikan yang didorong oleh hasil. Tiwani mengusulkan tiga kunci untuk membuat RDI dapat bekerja, yaitu sebagai berikut:
  • Objective-driven decision support, yaitu menggunakan hasil dari target dan tujuan akhir bisnis untuk mendorong pembuatan keputusan pada tiap-tiap titik ke seluruh proses penyebaran sistem. Misalnya setiap tahap dari penerapan sistem knowledge management memiliki hasil yang ingin dicapai (mengapa) dan hasil yang diproyeksikan (untuk apa) dengan jelas harus terjawab sebelum sistem dilaksanakan.
  • Incremental but independent result, yaitu membagi implementasi ke dalam rangkaian perbaikan yang tidak tumpang tindih. Masing-masing kegiatan dapat diukur hasilnya dan diperbaiki, meskipun tidak da perbaikan lebih lanjut.
  • Software and organizational measure clearly laid out at each stage, yaitu melakukan apa saja yang dibutuhkan untuk menghasilkan subset hasil yang diinginkan. Ini berarti bahwa piranti lunak secara fungsional mesti menyertai perubahan yang diperlukan dalam hal kebijaksanaan, proses, pengukuran yang dibutuhkan untuk membuat sistem tersebut bekerja. Misalnya jika mengembangkan satu diskusi database, mesti disertai dengan perubahan motif karyawan menggunakan piranti lunak tersebut, apakah mencari informasi saja atau untuk memberi kontribusi terhadap database tersebut. Penyebaran rencana harus juga disertai penghargaan yang tepat, yang dapat mendorong karyawan menyatu ke dalam proses tersebut.
9. Pengelola Perubahan, Kultur, dan Struktur Penghargaan Satu hal yang harus dicatat dalam kaitannya dengan upaya menjalankan tahap ini bahwa sukses tidaknya manajemen perubahan tidak hanya tergantung kepada teknologi, tetapi di kebanyakan organisasi justru lebih ditentukan pada perubahan kultur dan perubahan di dalam sistem penghargaan. Oleh karena itu, penting bagi pihak tim pengembangan untuk menyusun langkah-langkah stratejik supaya penerapan knowledge management berlangsung dengan baik. Tim harus mendapatkan hati dan jiwa karyawan. Mereka bukanlah pasukan, tetapi mereka lebih seorang sukarelawan.
10. Evaluasi Kinerja, Mengukur ROI, dan Perbaikan Sistem Knowledge Management Untuk tujuan pengukuran hasil knowledge management, Tiwani menggunakan perspektif sebagai berikut:
  • Financial perspective (perspektif finansial): apakah investasi perusahaan di dalam knowledge management memperoleh keuntungan finansial bagi neraca perusahaan?
  • Human-capital perspective (perspektif modal manusia): apakah kinerja karyawan perusahaan lebih baik dan lebih berbagi?
  • Customer-capital perspective (perspektif modal pelanggan): sudah baikkah hubungan perusahaan dengan pelanggan, prospeknya semakin meningkat, dan mendatangkan pelanggan baru sebagai akibat pelaksanaan knowledge management?
  • Organizational-capital perspective (perspektif modal organisasi): apakah saat ini perusahaan memiliki proses yang paling baik, kapabilitas yang sangat berbeda, memampuan yang sangat hebat untuk melakukan inovasi dengan lebih cepat daripada pesaing melalui knowledge management? Dari pemaparan mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam strategi penerapan knowledge management di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesuksesan strategi penerapan knowledge management sangat tergantung kepada beberapa aspek, yaitu infrastruktur teknologi, struktur sistem penghargaan, dan kultur.
3. Sistem Pengukuran Knowledge Management
Terdapat empat indikator sukses dalam penerapan Knowledge Management menurut Murray E. Jennex (2007), antara lain:
  1. Pertumbuhan dalam volume knowledge yang tersedia sejak inisiasi Knowledge Management diluncurkan (misal: jumlah dokumen yang tersedia)
  2. Pertumbuhan dalam penggunaan knowledge yang tersedia sejak inisiasi knowledge diluncurkan (akses ke repositori atau jumlah partisipan untuk diskusi)
  3. Kemungkinan bertahannya proyek tanpa dukungan dari individu tertentu. Hal ini karena proyek adalah inisiasi organisasi dan bukan proyek individu
  4. Pertumbuhan dalam sumber daya yang melekat pada inisiasi Knowledge Management
Analisis Strategi Sistem Informasi atauTeknologi Informasi 
1. Analisis Strategi Bisnis
Untuk menganalisa strategi bisnis, kebutuhan utamanya adalah:
  • Mengidentifikasikan strategi saat ini dan secara umum hal-hal baru yang timbul sejak siklus pengembangan strategi sebelumnya
  • Jika perlu, untuk menginterpretasi dan menganalisa strategi, dan mendeskripsikan dalam suatu struktur. Hal ini baik untuk dilakukan oleh gabungan grup, baik bisnis dan sistem informasi dengan kemampuannya masing-masing.
  • Untuk mengumpulkan dan mengkonfirmasikan konsekwensi kebutuhan sistem informasi 
  • Konteks yang paling baik dalam pengembangan strategi sistem informasi dan pengimplementasiannya adalah:
  1. Meletakkan strategi sistem informasi bersama-sama dengan semua strategi komponen seperti marketing atau pengembangan produk atau dalam sebuah business reengineering program atau redesign dari proses bisnis.
  2. Mengimplementasikan program dari inisiasi untuk menghasilkan strategi bisni yang meliputi pengembangan system informasi atau teknologi informasi yang penting (critical).
2. Balanced Scorecard
Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam perusahaan. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya untuk menentukan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Pihak manajemen juga dapat menggunakan pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu. Balanced Scorecard merupakan suatu ukuran yang cukup komprehensif dalam mewujudkan kinerja, yang mana keberhasilan keuangan yang dicapai perusahaan bersifat jangka panjang. Balanced Scorecard tidak hanya sekedar alat pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan suatu bentuk transformasi stratejik secara total kepada seluruh tingkatan dalam organisasi. Dengan pengukuran kinerja yang komprehensif tidak hanya merupakan ukuran-ukuran keuangan tetapi penggabungan ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan maka perusahaan dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih baik. Balanced Scorecard dikembangkan oleh akademisi Harvard Business School, Robert S. Kaplan dan David Norton pada tahun 1992, dimana alat ini mengasumsikan bahwa ukuran-ukuran keuangan hanya melaporkan hasil keputusan masa lalu dan jika pengukuran kinerja tersebut adalah untuk mendapatkan segala dampak nyata yang berarti, maka semakin banyak tujuan dan ukuran yang lebih berimbang diperlukan. Berikut ini adalah tujuan-tujuan penilaian kinerja yang dimanfaatkan oleh manajemen, antara lain:
  • Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.
  • Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawannya seperti promosi, pemberhentian, mutasi.
  • Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
  • Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.
  • Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. 
Sedangkan ukuran penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk menilai kinerja secara kuantitatif adalah sebagai berikut:
1. Ukuran Kinerja Tunggal Adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran penilaian. Dengan digunakannya hanya satu ukuran kinerja, karyawan dan manajemen akan cenderung untuk memusatkan usahanya pada kriteria tersebut dan mengabaikan kriteria yang lainnya, yang mungkin sama pentingnya dalam menentukan sukses tidaknya perusahaan atau bagian tertentu. 2. Ukuran Kinerja Beragam Adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja. Ukuran kinerja beragam merupakan cara untuk mengatasi kelemahan kriteria kinerja tunggal. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga manajer diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria. 3. Ukuran Kinerja Gabungan Dengan adanya kesadaran beberapa kriteria lebih penting bagi perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan tujuan lain, maka perusahaan melakukan pembobotan terhadap ukuran kinerjanya. Misalnya manajer pemasaran diukur kinerjanya dengan menggunakan dua unsur, yaitu profitabilitas dan pangsa pasar dengan pembobotan masing-masing 5 dan 4. Dengan cara ini manajer pemasaran mengerti yang harus ditekankan agar tercapai sasaran yang dituju manajer puncak. Dengan demikian, Balanced Scorecard akan memberikan kerangka kerja untuk penerjemahkan strategi ke dalam kerangka operasional dengan menggunakan pendekatan tolak ukur kepada empat perspektif yang berhubungan, dimana dengan cara mencoba menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang spesifik. Ke empat perspektif yang menjadi tolak ukur Balanced Scorecard beserta pertanyaan-pertanyaannya adalah sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan (financial perspective): Bagaimana kita melihat para pemegang saham dan mereka yang mempunyai kepentingan keuangan di dalam organisasi? Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam Balanced Scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
  • Berkembang (growth) Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
  • Bertahan (sustain stage) Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
  • Panen (harvest) Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
2. Perspektif Pelanggan (customer perspective): bagaimana pelanggan memandang kita sebagai produk, servis, hubungan dan nilai tambah? Tolok ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok:
a. Kelompok inti
  • Pangsa pasar: mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan.
  • Tingkat perolehan para pelanggan baru: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru.
  • Kemampuan mempertahankan para pelanggan lama: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelangan-pelanggan lama.
  • Tingkat kepuasan pelanggan: mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan.
  • Tingkat profitabilitas pelanggan: mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan. 
b. Kelompok penunjang
  • Atribut-atribut produk (fungsi, harga dan mutu) Tolok ukur atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif, tingkat daya guna produk, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidak sempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat efisiensi produksi.
  • Hubungan dengan pelanggan Tolok ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramunaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan.
  • Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal (internal business perspective): apa yang harus kita unggulkan jika harapan dari karyawan dan rekan usaha tercapai? Manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi:
  • Inovasi Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap ini, tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan.
  • Proses operasi Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.
  • Proses penyampaian produk atau jasa pada pelanggan Perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran (innovation and learning perspective): apa yang harus kita unggulkan jika harapan dari karyawan dan rekan usaha tercapai? Perspektif ke empat dalam Balanced Scorecard adalah mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah:
  1. Karyawan Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan.
  2. Kemampuan sistem informasi Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut. Adapun setiap perspektif diatas mempunyai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, sebagai berikut:
  • Perspektif Keuangan (financial perspective) Terwujudnya tanggung jawab ekonomi melalui penerapan pengetahuan manajemen dalam pengolahan bisnis dan peningkatan produktivitas yang dikuasai personil.
  • Perspektif Pelanggan (customer perspective) Terwujudnya tanggung jawab sosial sehingga perusahaan dikenal secara luas sebagai perusahaan yang akrab dengan lingkungan.
  • Perspektif Proses Bisnis Internal (internal business perspective) Terwujudnya pelipatgandaan kinerja seluruh personil perusahaan melalui implementasi.
  • Perspektif Inovasi dan Pembelajaran (innovation and learning perspective) Terwujudnya keunggulan jangka panjang perusahaan lingkungan bisnis global melalui pengembangan dan pemfokusan potensi sumber daya manusia.
3. Analisis Critical Success Factors (CSF)
Analisis Critical Success Factors adalah sebuah teknik yang populer dimana tidak hanya dipergunakan untuk mengembangkan strategi sistem informasi tetapi juga untuk pengembangan strategi bisnis. Teknik tersebut sering muncul dalam berbagai metode penggunaan dan merupakan alat yang pada umumnya digunakan sebagai alat bantu strategi sistem informasi. Teknik tersebut dapat dipergunakan dengan cara yang berbeda dan dengan maksud yang berbeda pula, antara lain:
  • Merupakan teknik yang paling efektif dengan melibatkan manajemen senior didalam mengembangkan strategi sistem informasi karena berakar pada persoalan bisnis dan didalam mendapatkan kepastian untuk mengusulkan tindakan sistem informasi yang membantu menghasilkan prestasi di area yang kritis.
  • Sebagai penghubung proyek sistem informasi dari Critical Success Factors sampai dengan tujuan perusahaan, dimana dengan jelas memperlihatkan posisinya terhadap strategi bisnis, dan memberikan dasar yang menyakinkan untuk mendapat perjanjian yang meyeluruh oleh tim manajemen atas. 
  • Wawancara perseorangan dengan pimpinan senior merupakan katalisator yang baik didalam menggali kebutuhan informasi perseorangan mereka sendiri
  • Dengan memberikan hubungan antara tujuan dan kebutuhan informasi, Critical Success Factors memainkan peranan penting didalam memprioritaskan investasi yang berpotensial
  • Perencanaan sistem informasi sangat berguna ketika strategi bisnis tidak berkembang melampaui tujuan bisnisnya, dengan memusatkan perhatian pada aspek-aspek bisnis yang paling kritis yang memerlukan tindakan peningkatan kinerja.
  • Pemanfaatan analisis value chain akan sangat bermanfaat didalam mengenali proses yang paling kritis, dimana memungkinkan kepemilikan Critical Success Factors dan tindakannya ditentukan secara akurat. Dengan demikian, Critical Success Factors dipakai untuk membuat tujuan perusahaan menjadi menarik dalam hal tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai informasi kunci dan kebutuhan aplikasi organisasi dan manajernya, dan untuk menilai kekuatan dan kelemahan sistem yang sudah ada.
Critical Success Factors dapat dipakai pada tingkatan makro untuk memeriksa secara keseluruhan terhadap industri, perusahaan secara utuh atau bisnis unit tertentu. Critical Success Factors dapat juga dipakai pada level eksekutif perseorangan didalam menentukan aktivitas-aktivitas yang dilakukan apakah penting untuk pencapaian keberhasilan tujuan tertentu. Dengan demikian, proses Critical Success Factors dapat membantu memprioritaskan aktivitas dan kebutuhan informasi, baik pada manajer perseorangan maupun pada level bisnis unit. Didalam hal ini, teknik Critical Success Factors sangat menolong untuk memusatkan perhatian pada persoalan pokok. Rockart mendifinisikan Critical Success Factors sebagai sejumlah area yang terbatas di dalam hasil tertentu, jika hasil tersebut tercapai maka akan memastikan kinerja yang bersaing itu berhasil didalam organisasi. Critical Success Factors merupakan daerah aktivitas yang harus diterima dan diperhatikan secara hati-hati oleh manajemen. Status kinerja disetiap area harus terus menerus diukur, dan informasinya harus tersedia secara luas.

Penentuan Critical Success Factors harus dimulai ketika tujuan perusahaan di kenali. Tahap pertama adalah mengenali Critical Success Factors terhadap setiap tujuan yang ada. Tahap kedua adalah menggabungkan tujuan-tujuan yang ada. Peringkat tujuan dan jumlah Critical Success Factors yang dipakai bersama akan memberikan prioritas yang relative kepada pencapaian Critical Success Factors itu sendiri. Kemudian informasi atau sistem yang penting dalam pencapaian Critical Success Factors tersebut harus menjadi bahan pertimbangan. Pertanyaan bagaimana sistem informasi atau teknologi informasi membantu pencapaian Critical Success Factors? dan bagaimana sistem yang ada mendukung pencapaian Critical Success Factors? adalah dua pertanyaan yang harus dipertimbangkan dan menunjuk pada SWOT analisis dari sistem yang ada terhadap Critical Succuss Factors. Dengan implikasi, jika Critical Success Factors tercapai, kemungkinan pencapaian tujuan meningkat.

4. Konsolidasi Balanced Scorecard dan Analisis Critical Success Factor
Hasil analisa Balanced Scorecard dan Critical Success Factors dapat dikombinasikan menjadi satu analisa yang akan menyediakan kebutuhan Sistem Informasi yang lebih komprehensif. Balanced Scorecard menghubungkan antara pengukuran pada objektif yang akan dicapai sementara Critical Success Factors menganalisa elemen yang kritikal untuk mencapai tujuan bisnis.

5. Analisis Value Chain
Internal value chain merupakan bagian dari Value Chain Analysis. Konsep Value Chain Analysis sendiri dideskripsikan oleh Michael Porter sebagai berikut: “Every firm is a collection of activities that are performed to design, produce, market, deliver and support its products or services. All these activities can be represented using a value chain. Value chains can only be understood in the context of the business unit.” Tujuan internal value chain adalah untuk membedakan apa yang dilakukan oleh perusahaan dengan bagaimana hal tersebut dilakukan. Analisis Value Chain sendiri terbagi dalam dua tipe aktifitas bisnis, yaitu;1. Aktifitas utama 2. Aktifitas pendukung Michael Porter telah mengklasifikasikan aktifitas utama menjadi lima kelompok, yaitu;
  • Inbound logistic
  • Operations
  • Outbound logistic 
  • Sales and marketing
  • Services.
Activity-Based Costing (ABC)
Activity-Based Costing adalah suatu sistem pembiayaan yang mengalokasikan sumber-sumber biaya overhead menggunakan dasar dari satu atau lebih faktor nonvolume. Dibandingkan dengan pembukuan biaya tradisional, Activity-Based Costing lebih melambangkan aplikasi pencatatan biaya yang lebih seksama dimana pencatatan biaya produksi tradisional hanya dilakukan pada direct material dan direct labor setiap hasil unitnya. Tetapi berbeda dengan Activity-Based Costing dimana masih banyak biaya-biaya lain yang sebenarnya masih dapat ditelusuri tidak hanya pada hasil unitnya tetapi kepada aktivitas yang diperlukan untuk mengeluarkan hasil tersebut. Pada Activity-Based Costing, dasar yang dipakai untuk mengalokasi biayabiaya overhead disebut drivers. Adapun drivers tersebut antara lain: resources driver adalah sebuah dasar yang dipakai untuk mengalokasi sumber biaya menjadi berbagai aktivitas; activity drivers adalah sebuah dasar yang dipakai untuk mengalokasi biaya aktivitas menjadi produk, pelanggan atau objek biaya akhir lainnya. Sifat dan jenis dari activity drivers inilah yang membedakan Activity-Based Costing dari pembiayaan tradisional. Activity-Based Costing mengenal aktivitas, biaya aktivitas, dan penggerak aktivitas (activity drivers) pada tingkat penjumlahan yang berbeda didalam lingkungan produksi. Keempat tingkat tersebut adalah unit, batch, produk dan plant. Setiap level yang berbeda mempunyai drajat penjumlahan data yang berbeda. Batch 54 terbentuk sebagai akibat penjumlahan dari unit-unit. Produk adalah penjumlahan dari banyak batch. Plant adalah penjumlahan seluruh produk yang ada.

6. Analisis SWOT Analisis
SWOT adalah evaluasi menyeluruh terhadap kekuatan (Strengths), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari sebuah perusahaan untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijaksanaan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT. Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses).

Adapun penjelasan keempat kuadran adalah sebagai berikut a. Kuadran 1. Perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy). b. Kuadran 2. Perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal meskipun menghadapi berbagai ancaman. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk atau pasar). c. Kuadran 3. Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, perusahaan tersebut juga menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. d. Kuadran 4. Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Definisi, Penerapan, Konsep dan Jenis-Jenis Knowledge Management"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel